Pages

Senin, 31 Maret 2014

Peran Komunikasi Organisasi



Artikel

Kajian KOMUNIKASI dalam ORGANISASI
(sub kajian Periku Organisasi)

Sebelum membahas pengertian komunikasi organisasi sebaiknya kita uraikan terminologi yang melekat pada konteks komunikasi organisasi, yaitu komunikasi dan organisasi.  Komunikasi berasal dari bahasa latin “communis” atau ‘common” dalam Bahasa Inggris yang berarti sama. Berkomunikasi berarti kita berusaha untuk mencapai kesamaan makna, “commonness”.  Atau dengan ungkapan yang lain, melalui komunikasi kita mencoba berbagi informasi, gagasan atau sikap kita dengan partisipan lainnya.  Kendala utama dalam berkomunikasi adalah seringkali kita mempunyai makna yang berbeda terhadap lambang yang sama.

Manusia di dalam kehidupannya harus berkomunikasi, artinya memerlukan orang lain dan membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi. Hal ini merupakan suatu hakekat bahwa sebagian besar pribadi manusia terbentuk dari hasil integrasi sosial dengan sesama dalam kelompok dan masyarakat. Di dalam kelompok/organisasi itu selalu terdapat bentuk kepemimpinan yang merupakan masalah penting untuk kelangsungan hidup kelompok, yang terdiri dari pemimpin dan bawahan/karyawan. Di antara kedua belah pihak harus ada two-way-communications atau komunikasi dua arah atau komunikasi timbal balik, untuk itu diperlukan adanya kerja sama yang diharapkan untuk mencapai cita-cita, baik cita-cita pribadi, maupun kelompok, untuk mencapai tujuan suatu organisasi. Kerja sama tersebut terdiri dari berbagai maksud yang meliputi hubungan sosial/kebudayaan. Hubungan yang terjadi merupakan suatu proses adanya suatu keinginan masing-masing individu, untuk memperoleh suatu hasil yang nyata dan dapat memberikan manfaat untuk kehidupan yang berkelanjutan.

Bila sasaran komunikasi dapat diterapkan dalam suatu organisasi baik organisasi pemerintah, organisasi kemasyarakatan, maupun organisasi perusahaan, maka sasaran yang dituju pun akan beraneka ragam, tapi tujuan utamanya tentulah untuk mempersatukan individu-individu yang tergabung dalam organisasi tersebut. Berdasarkan sifat komunikasi dan jumlah komunikasi menurut Onong Uchyana Effendi, dalam bukunya “Dimensi-Dimensi Komunikasi” hal. 50, komunikasi dapat digolongkan ke dalam tiga kategori:

1. Komunikasi antar pribadi
Komunikasi ini penerapannya antara pribadi/individu dalam usaha menyampaikan informasi yang dimaksudkan untuk mencapai kesamaan pengertian, sehingga dengan demikian dapat tercapai keinginan bersama.
2. Komunikasi kelompok
Pada prinsipnya dalam melakukan suatu komunikasi yang ditekankan adalah faktor kelompok, sehingga komunikasi menjadi lebih luas. Dalam usaha menyampaikan informasi, komunikasi dalam kelompok tidak seperti komunikasi antar pribadi.


3. Komunikasi massa
Komunikasi massa dilakukan dengan melalui alat, yaitu media massa yang meliputi cetak dan elektronik.

Dalam melakukan komunikasi organisasi, Steward L.Tubbs dan Sylvia Moss dalam Human Communication menguraikan adanya 3 (tiga) model dalam komunikasi:

1.  Model komunikasi linier (one-way communication), dalam model ini komunikator memberikan suatu stimuli dan komunikan melakukan respon yang diharapkan tanpa mengadakan seleksi dan interpretasi. Komunikasinya bersifat monolog.
2.  Model komunikasi interaksional. Sebagai kelanjutan dari model yang pertama, pada tahap ini sudah terjadi feedback atau umpan balik. Komunikasi yang berlangsung bersifat dua arah dan ada dialog, di mana setiap partisipan memiliki peran ganda, dalam arti pada satu saat bertindak sebagai komunikator, pada saat yang lain bertindak sebagai komunikan.
3.   Model komunikasi transaksional. Dalam model ini komunikasi hanya dapat dipahami dalam konteks hubungan (relationship) antara dua orang atau lebih. Pandangan ini menekankan bahwa semua perilaku adalah komunikatif. Tidak ada satupun yang tidak dapat dikomunikasikan.

Mengenai organisasi, salah satu defenisi menyebutkan bahwa organisasi merupakan suatu kumpulan atau sistem individual yang melalui suatu hirarki/jenjang dan pembagian kerja, berupaya mencapai tujuan yang ditetapkan.  Dari batasan tersebut dapat digambarkan bahwa dalam suatu organisasi mensyaratkan:
  1. Adanya suatu jenjang jabatan ataupun kedudukan yang memungkinkan semua individu dalam organisasi tersebut memiliki perbedaan posisi yang jelas, seperti pimpinan, staff pimpinan dan karyawan.
  2. Adanya pembagian kerja, dalam arti setiap orang dalam sebuah institusi baik yang komersial maupun sosial, memiliki satu bidang pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya.
Dengan landasan konsep-konsep komunikasi dan organisasi sebagaimana yang telah diuraikan, maka kita dapat memberi batasan tentang komunikasi dalam organisasi secara sederhana, yaitu komunikasi antarmanusia (human communication) yang terjadi dalam kontek organisasi.  Atau dengan meminjam definisi dari Goldhaber, komunikasi organisasi diberi batasan sebagai arus pesan dalam suatu jaringan yang sifat hubungannya saling bergabung satu sama lain (the flow of messages within a network of interdependent relationships).

Sebagaimana telah disebut terdahulu, bahwa arus komunikasi dalam organisasi meliputi komunikasi vertikal dan komunikasi horisontal.  Masing-masing arus komunikasi tersebut mempunyai perbedaan fungsi yang sangat tegas.  Ronald Adler dan George Rodman dalam buku Understanding Human Communication, mencoba menguraikan masing-masing, fungsi dari kedua arus komunikasi dalam organisasi tersebut sebagai berikut:

1. Downward communication, yaitu komunikasi yang berlangsung ketika orang-orang yang berada pada tataran manajemen mengirimkan pesan kepada bawahannya.  Fungsi arus komunikasi dari atas ke bawah ini adalah:
a) Pemberian atau penyimpanan instruksi kerja (job instruction)
b) Penjelasan dari pimpinan tentang mengapa suatu tugas perlu untuk dilaksanakan (job retionnale)
c) Penyampaian informasi mengenai peraturan-peraturan yang berlaku (procedures and practices)
d) Pemberian motivasi kepada karyawan untuk bekerja lebih baik.
2.  Upward communication, yaitu komunikasi yang terjadi ketika bawahan (subordinate) mengirim pesan kepada atasannya.  Fungsi arus komunikasi dari bawah ke atas ini adalah:
a) Penyampaian informai tentang pekerjaan pekerjaan ataupun tugas yang sudah dilaksanakan
b) Penyampaian informasi tentang persoalan-persoalan pekerjaan ataupun tugas yang tidak dapat diselesaikan oleh bawahan
c) Penyampaian saran-saran perbaikan dari bawahan
d) Penyampaian keluhan dari bawahan tentang dirinya sendiri maupun pekerjaannya.
3.  Horizontal communication, yaitu tindak komunikasi ini berlangsung di antara para karyawan ataupun bagian yang memiliki kedudukan yang setara.  Fungsi arus komunikasi horisontal ini adalah:
a)  Memperbaiki koordinasi tugas
b)  Upaya pemecahan masalah
c)  Saling berbagi informasi
d)  Upaya pemecahan konflik
e)   Membina hubungan melalui kegiatan bersama.

Proses Komunikasi

Pada tataran teoritis, paling tidak kita mengenal atau memahami komunikasi dari dua perspektif, yaitu:
  1. Perspektif Kognitif.  Komunikasi menurut Colin Cherry, yang mewakili perspektif kognitif  adalah penggunaan lambang-lambang (symbols) untuk mencapai kesamaan makna atau berbagi informasi tentang satu objek atau kejadian.  Informasi adalah sesuatu (fakta, opini, gagasan) dari satu partisipan kepada partisipan lain melalui penggunaan kata-kata atau lambang lainnya.  Jika pesan yang disampaikan diterima secara akurat, receiver akan memiliki informasi yang sama seperti yang dimiliki sender, oleh karena itu tindak komunikasi telah terjadi.
  2. Perspektif Perilaku. Menurut BF. Skinner dari perspektif perilaku memandang komunikasi sebagai perilaku verbal atau simbolik di mana sender berusaha mendapatkan satu efek yang dikehendakinya pada receiver.  Masih dalam perspektif perilaku, FEX Dance menegaskan bahwa komunikasi adalah adanya satu respons melalui lambang-lambang verbal di mana simbol verbal tersebut bertindak sebagai stimuli untuk memperoleh respons.  Kedua pengertian komunikasi yang disebut terakhir, mengacu pada hubungan stimulus respons antara sender dan receiver.
Setelah kita memahami pengertian komunikasi dari dua perspektif yang berbeda, kita mencoba melihat proses komunikasi dalam suatu organisasi.  Menurut Jerry W. Koehler dan kawan-kawan, bagi suatu organisasi, perspektif perilaku dipandang lebih praktis karena komunikasi dalam organisasi bertujuan untuk mempengaruhi penerima (receiver).  Satu respons khusus diharapkan oleh pengirim pesan (sender) dari setiap pesan yang disampaikannya.  Ketika satu pesan mempunyai efek yang dikehendaki, bukan suatu persoalan apakah informasi yang disampaikan tersebut merupakan tindak berbagi informasi atau tidak.

Sekarang kita mencoba memahami proses komunikasi antarmanusia yang disajikan dalam suatu model berikut:
Proses komunikasi diawali oleh sumber (source) baik individu ataupun kelompok yang berusaha berkomunikasi dengan individu atau kelompok lain, sebagai berikut:
  1. Langkah pertama yang dilakukan sumber adalah ideation yaitu penciptaan satu gagasan atau pemilihan seperangkat informasi untuk dikomunikasikan.  Ideation ini merupakan landasan bagi suatu pesan yang akan disampaikan.
  2. Langkah kedua dalam penciptaan suatu pesan adalah encoding, yaitu sumber menerjemahkan informasi atau gagasan dalam wujud kata-kaya, tanda-tanda atau lambang-lambang yang disengaja untuk menyampaikan informasi dan diharapkan mempunyai efek terhadap orang lain.  Pesan atau message adalah alat-alat di mana sumber mengekspresikan gagasannya dalam bentuk bahasa lisan, bahasa tulisan ataupun perilaku nonverbal seperti bahasa isyarat, ekspresi wajah atau gambar-gambar.
  3. Langkah ketiga dalam proses komunikasi adalah penyampaian pesan yang telah disandi (encode).  Sumber menyampaikan pesan kepada penerima dengan cara berbicara, menulis, menggambar ataupun melalui suatu tindakan tertentu.  Pada langkah ketiga ini, kita mengenal istilah channel atau saluran, yaitu alat-alat untuk menyampaikan suatu pesan.  Saluran untuk komunikasi lisan adalah komunikasi tatap muka, radio dan telepon.  Sedangkan saluran untuk komunikasi tertulis meliputi setiap materi yang tertulis ataupun sebuah media yang dapat mereproduksi kata-kata tertulis seperti: televisi, kaset, video atau OHP (overheadprojector).  Sumber berusaha untuk mebebaskan saluran komunikasi dari gangguan ataupun hambatan, sehingga pesan dapat sampai kepada penerima seperti yang dikehendaki.
  4. Langkah keempat, perhatian dialihkan kepada penerima pesan.  Jika pesan itu bersifat lisan, maka penerima perlu menjadi seorang pendengar yang baik, karena jika penerima tidak mendengar, pesan tersebut akan hilang.  Dalam proses ini, penerima melakukan decoding, yaitu memberikan penafsiran interpretasi terhadap pesan yang disampaikan kepadanya.  Pemahaman (understanding) merupakan kunci untuk melakukan decoding dan  hanya terjadi dalam pikiran penerima.  Akhirnya penerimalah yang akan menentukan bagaimana memahami suatu pesan dan bagaimana pula memberikan respons terhadap pesan tersebut.
  5. Proses terakhir dalam proses komunikasi adalah feedback atau umpan balik yang memungkinkan sumber mempertimbangkan kembali pesan yang telah disampaikannya kepada penerima.  Respons atau umpan balik dari penerima terhadap pesan yang disampaikan sumber dapat berwujud kata-kata ataupun tindakan-tindakan tertentu.  Penerima bisa mengabaikan pesan tersebut ataupun menyimpannya.  Umpan balik inilah yang dapat dijadikan landasan untuk mengevaluasi efektivitas komunikasi.

Fungsi Komunikasi dalam Organisasi
Dalam suatu organisasi baik yang berorientasi komersial maupun sosial, komunikasi dalam organisasi atau lembaga tersebut akan melibatkan empat fungsi, yaitu:

1.  Fungsi informatif
Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan informasi (information-processing system).  Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu. Informasi yang didapat memungkinkan setiap anggota organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti informasi pada dasarnya dibutuhkan oleh semua orang yang mempunyai perbedaan kedudukan dalam suatu organisasi.  Orang-orang dalam tataran manajemen membutuhkan informasi untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun guna mengatasi konflik yang terjadi di dalam organisasi.  Sedangkan karyawan (bawahan) membutuhkan informasi tentang jaminan keamanan, jaminan sosial dan kesehatan, izin cuti dan sebagainya.
2.  Fungsi Regulatif
Fungsi regulatif ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi.  Pada semua lembaga atau organisasi, ada dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif ini, yaitu:
  1. Atasan atau orang-orang yang berada dalam tataran manajemen yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan.  Disamping itu mereka juga mempunyai kewenangan untuk memberikan instruksi atau perintah, sehingga dalam struktur organisasi kemungkinan mereka ditempatkan pada lapis atas (position of authority) supaya perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana semestinya.  Namun demikian, sikap bawahan untuk menjalankan perintah banyak bergantung pada:
    1. Keabsahan pimpinan dalam penyampaikan perintah.
    2. Kekuatan pimpinan dalam memberi sanksi.
    3. Kepercayaan bawahan terhadap atasan sebagai seorang pemimpin sekaligus sebagai pribadi.
    4. Tingkat kredibilitas pesan yang diterima bawahan.
  2.  Berkaitan dengan pesan atau message.  Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja.  Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan-peraturan tentang pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan.
3. Fungsi Persuasif
Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan.  Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya daripada memberi perintah.  Sebab pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya.

4. Fungsi Integratif
Setiap organisasi berusaha menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat dilaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik.  Ada dua saluran komunikasi formal seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut (newsletter, buletin) dan laporan kemajuan oraganisasi; juga saluran komunikasi informal seperti perbincangan antarpribadi selama masa istirahat kerja, pertandingan olahraga ataupun kegiatan darmawisata.  Pelaksanaan aktivitas ini akan menumbuhkan keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri karyawan terhadap organisasi.

Memahami Komunikasi dalam Organisasi

Gaya komunikasi atau communication style akan memberikan pengetahuan kepada kita tentang bagaimana perilaku orang-orang dalam suatu organisasi ketika mereka melaksanakan tindak berbagi informasi dan gagasan.  Sementara pada pengaruh kekuasaan dalam organisasi, kita akan mengkaji jenis-jenis kekuasaan yang digunakan oleh orang-orang dalam tataran manajemen sewaktu mereka mencoba mempengaruhi kemampuan berkomunikasi dalam organsasi, kita akan diajak untuk memikirkan bagaimana mendefinisikan tujuan kita sehubungan dengan tugas dalam organisasi, bagaimana kita memilih orang yang tepat untuk diajak kerjasama dan bagaimana kita memilih saluran yang efektif untuk melaksanakan tugas tersebut.

Gaya Komunikasi. 

Gaya komunikasi (communication style) didefinisikan sebagai seperangkat perilaku antarpribadi yang terspesialisasi yang digunakan dalam suatu situasi tertentu (a specialized set of intexpersonal behaviors that are used in a given situation).

Masing-masing gaya komunikasi terdiri dari sekumpulan perilaku komunikasi yang dipakai untuk mendapatkan respon atau tanggapan tertentu dalam situasi yang tertentu pula.  Kesesuaian dari satu gaya komunikasi yang digunakan, bergantung pada maksud dari pengirim (sender) dan harapan dari penerima (receiver).

Gaya Komunikasi yang akan kita pelajari adalah sbb:

1.      The Controlling style

Gaya komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, ditandai dengan adanya satu kehendak atau maksud untuk membatasi, memaksa dan mengatur perilaku, pikiran dan tanggapan orang lain.  Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi ini dikenal dengan nama komunikator satu arah atau one-way communications.

Pihak-pihak yang memakai controlling style of communication ini, lebih memusatkan perhatian kepada pengiriman pesan dibanding upaya mereka untuk berharap pesan.  Mereka tidak mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian untuk berbagi pesan.  Mereka tidak mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian pada umpan balik, kecuali jika umpan balik atau feedback tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi mereka.  Para komunikator satu arah tersebut tidak khawatir dengan pandangan negatif orang lain, tetapi justru berusaha menggunakan kewenangan dan kekuasaan untuk memaksa orang lain mematuhi pandangan-pandangannya.

Pesan-pesan yag berasal dari komunikator satu arah ini, tidak berusaha ‘menjual’ gagasan agar dibicarakan bersama namun lebih pada usaha menjelaskan kepada orang lain apa yang dilakukannya.  The controlling style of communication ini sering dipakai untuk mempersuasi orang lain supaya bekerja dan bertindak secara efektif, dan pada umumnya dalam bentuk kritik.  Namun demkian, gaya komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, tidak jarang bernada negatif sehingga menyebabkan orang lain memberi respons atau tanggapan yang negatif pula.

2.     The Equalitarian style

Aspek penting gaya komunikasi ini ialah adanya landasan kesamaan.  The equalitarian style of communication ini ditandai dengan berlakunya arus penyebaran pesan-pesan verbal secara lisan maupun tertulis yang bersifat dua arah (two-way traffic of communication).

Dalam gaya komunikasi ini, tindak komunikasi dilakukan secara terbuka.  Artinya, setiap anggota organisasi dapat mengungkapkan gagasan ataupun pendapat dalam suasana yang rileks, santai dan informal.  Dalam suasana yang demikian, memungkinkan setiap anggota organisasi mencapai kesepakatan dan pengertian bersama.

Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi yang bermakna kesamaan ini, adalah orang-orang yang memiliki sikap kepedulian yang tinggi serta kemampuan membina hubungan yang baik dengan orang lain baik dalam konteks pribadi maupun dalam lingkup hubungan kerja.  The equalitarian style ini akan memudahkan tindak komunikasi dalam organisasi, sebab gaya ini efektif dalam memelihara empati dan kerja sama, khususnya dalam situasi untuk mengambil keputusan terhadap suatu permasalahan yang kompleks.  Gaya komunikasi ini pula yang menjamin berlangsungnya tindakan share/berbagi informasi di antara para anggota dalam suatu organisasi.

3.     The Structuring style

Gaya komunikasi yang berstruktur ini, memanfaatkan pesan-pesan verbal secara tertulis maupun lisan guna memantapkan perintah yang harus dilaksanakan, penjadwalan tugas dan pekerjaan serta struktur organisasi.  Pengirim pesan (sender) lebih memberi perhatian kepada keinginan untuk mempengaruhi orang lain dengan jalan berbagi informasi tentang tujuan organisasi, jadwal kerja, aturan dan prosedur yang berlaku dalam organisasi tersebut.

Stogdill dan Coons dari The Bureau of Business Research of Ohio State University, menemukan dimensi dari kepemimpinan yang efektif, yang mereka beri nama Struktur Inisiasi atau Initiating Structure.  Stogdill dan Coons menjelaskan mereka bahwa pemrakarsa (initiator) struktur yang efisien adalah orang-orang yang mampu merencanakan pesan-pesan verbal guna lebih memantapkan tujuan organisasi, kerangka penugasan dan memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul.

4.     The Dynamic style

Gaya komunikasi yang dinamis ini memiliki kecenderungan agresif, karena pengirim pesan atau sender memahami bahwa lingkungan pekerjaannya berorientasi pada tindakan (action-oriented).  The dynamic style of communication ini sering dipakai oleh para juru kampanye ataupun supervisor yang membawa para wiraniaga (salesmen atau saleswomen).

Tujuan utama gaya komunikasi yang agresif ini adalah mestimulasi atau merangsang pekerja/karyawan untuk bekerja dengan lebih cepat dan lebih baik.  Gaya komunikasi ini cukup efektif digunakan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang bersifat kritis, namun dengan persyaratan bahwa karyawan atau bawahan mempunyai kemampuan yang cukup untuk mengatasi masalah yang kritis tersebut.

5.     The Relinguishing style 

Gaya komunikasi ini lebih mencerminkan kesediaan untuk menerima saran, pendapat ataupun gagasan orang lain, daripada keinginan untuk memberi perintah, meskipun pengirim pesan (sender) mempunyai hak untuk memberi perintah dan mengontrol orang lain.
Pesan-pesan dalam gaya komunikasi ini akan efektif ketika pengirim pesan atau sender sedang bekerja sama dengan orang-orang yang berpengetahuan luas, berpengalaman, teliti serta bersedia untuk bertanggung jawab atas semua tugas atau pekerjaan yang dibebankannya.

6.     The Withdrawal style 

Akibat yang muncul jika gaya ini digunakan adalah melemahnya tindak komunikasi, artinya tidak ada keinginan dari orang-orang yang memakai gaya ini untuk berkomunikasi dengan orang lain, karena ada beberapa persoalan ataupun kesulitan antarpribadi yang dihadapi oleh orang-orang tersebut.

Dalam deskripsi yang kongkrit adalah ketika seseorang mengatakan: “Saya tidak ingin dilibatkan dalam persoalan ini”.  Pernyataan ini bermakna bahwa ia mencoba melepaskan diri dari tanggung jawab, tetapi juga mengindikasikan suatu keinginan untuk menghindari berkomunikasi dengan orang lain.  Oleh karena itu, gaya ini tidak layak dipakai dalam konteks komunikasi organisasi.

Gambaran umum yang diperoleh dari uraian di atas adalah bahwa the equalitarian style of communication merupakan gaya komunikasi yang ideal.  Sementara tiga gaya komunikasi lainnya: structuring, dynamic dan relinguishing dapat digunakan secara strategis untuk menghasilkan efek yang bermanfaat bagi organisasi.  Dan dua gaya komunikasi terakhir: controlling dan withdrawal mempunyai kecenderungan menghalangi berlangsungnya interaksi yang bermanfaat




Referensi :
1.      Mulyana, Teori Komunikasi-modul 10, 2008
2.      Miftah Thoha, Perilaku Organisasi, 1996
3.      Onong Uchyana Effendi, Dimensi-Dimensi Komunikasi, 2001
4.      Ronald Adler dan George Rodman, Understanding Human Communication, 1997
5.      Steward L.Tubbs dan Sylvia Moss, Human Communication, 1994

My Organisation II - HIMSI



Sebagaimana yang kita ketahui, dalam suatu fakultas sering kita temui sekumpulan mahasiswa jurusan yang menghimpun diri mereka kedalam suatu himpunan yang memiliki struktur kepengurusan, visi, dan misi. Himpunan Sistem Informasi atau HIMSI adalah suatu kesatuan dari mahasiswa jurusan Sistem Informasi mencakup didalamnya program pendidikan ilmu Komputer dan Teknologi. Fungsi dari organisasi itu sendiri adalah sebagai media penyaluran aspirasi, dan prestasi yang berada dalam naungan BEM.

Salah satu motivasi terbesar saya untuk ikut memberikan peran dalam HIMSI adalah  untuk mengasah kemampuan kepemimpinan dan bekerja sama dengan orang lain untuk mencapai suatu tujuan bersama, dan berusaha dengan rekan – rekan lainnya untuk bersama-sama memajukan dan meningkatkan kualitas Fakultas Teknologi Informatika khususnya Jurusan sistem informasi.

Menjadi seorang mahasiswa bukanlah hal mudah, namun bisa dipermudah jika kita mau untuk menjalaninya dengan baik. Caranya, kita harus menjalankan kewajiban kita sebagai mahasiswa dengan semestinya, khususnya peran apa yang yang akan kita berikan untuk Negara tercinta ini. Menjadi mahasiswa jangan hanya sebatas mahasiswa biasa. Kita harus mengikuti arus pergaulan kampus, tentunya pergaulan yang memberikan dampak positif bagi perkuliahan kita.

Di kampus, mahasiswa harus bisa membiasakan diri untuk menunjukkan rasa sosial yang tinggi dengan bergabung dengan himpunan mahasiswa jurusan seperti HIMSI atau organisasi-organisasi yang ada di kampus. Disini kita bisa menunjukkan bahwa kita mampu memberikan dampak yang baik di lingkungan kampus. Aspek utama yang harus kita miliki dalam berorganisasi yaitu mental. Jika kita sudah punya mental untuk berlabuh pada sebuah organisasi, maka akan mudah bagi kita untuk melanjutkan perjalanan selanjutnya. Setelah itu barulah kita melaksanakan pembinaan dalam organisasi tersebut dengan baik. Berbeda dengan orang yang tidak pernah berorganisasi, jangankan untuk berbicara di depan orang ramai, berdiskusi dengan ruang lingkup yang kecilpun tidak sanggup rasanya untuk berpendapat.

Sebagai mahasiswa Jurusan Sistem Informasi janganlah kita menjadi mahasiswa seperti batu yang terselip dalam pondasi, yang hanya bertahan pada satu tempat berdiam. Sama halnya dengan mahasiswa yang hanya duduk di bangku kuliah tanpa memberikan umpan balik dalam perkuliahan. Mungkin kita pernah mendengar istilah “mahasiswa kupu-kupu” yang artinya mahasiswa tersebut hanya datang untuk perkuliahan semata. Sementara untuk informasi lainnya yang ada di kampus tidak ia hiraukan jika tidak ada sangkut pautnya dengan mata kuliah. Hendaknya kita bisa menjadi mahasiswa Gunadarma sejati dan mampu memberikan dampak positif bagi kehidupan kita sendiri, HIMSI, dan Indonesia.

Lalu bagaimana bentuk tanda cinta mahasiswa untuk Indonesia yang diatas tanahnya lah kita hidup dan dibesarkan? Bentuk keberhasilan dalam mewujudkan sebuah tatanan masyarakat sejahtera di Indonesia adalah dengan semakin kecilnya angka kemiskinan, pengangguran, kriminalitas, dan lain sebagainya. Begitu pula dengan kehidupan kampus. Dengan semakin kecilnya kemiskinan moral, mahasiswa pengangguran (krisis kegiatan), kriminalitas ilmu, dan sebagainya, akan menaikan presentase keberhasilan dalam mewujudkan target meningkatkan kualitas kehidupan kampus yang kemudian diimplementasikan pada kehidupan negara ini.

Namun, itu semua hanya akan menjadi mimpi belaka jika semua konsep-konsep yang dibangun dan berbasis kerakyatan atau kemahasiswaan tersebut tidak dibarengi dengan strategi yang matang dan jitu ke arah tujuan tersebut. Dan maksimalisasi fungsi mahasiswa dalam tiap laju organisasi yang merupakan salah satu pilar utama yang perlu diperhatikan.

Peran HIMSI sebagai bagian dari peningkatan kualitas kampus sangat diperlukan. Diharapkan mahasiswa – mahasiswa yang tergabung dalam organisasi tersebut mampu memainkan perannya masing – masing secara unggul dan professional, bukan hanya dalam wilayah kampus tetapi juga memberikan kontribusi aktifnya pada Indonesia. Kesatuan visi, tekad, dan perjuangan untuk kepentingan masyarakat, menjadi pondasi utama peran tersebut. Namun, untuk mewujudkan hal tersebut, sekali lagi, sebuah pepatah yang berbunyi “gagal merencanakan, berarti merencanakan kegagalan” maka dari itu diperlukan pemetaan, perumusan, dan peninjauan metode penerapan fungsi organisasi mahasiswa khususnya HIMSI dalam peningkatan kualitas kehidupan kampus.

Pandangan Hidup





SEORANG PENJUAL KASET


Warga DKI Jakarta merupakan warga yang terdiri dari berbagai macan suku, ras dan agama, baik yang datang dari berbagai daerah di Indonesia maupun orang asing yang menjadi warga DKI Jakarta.
Jakarta merupakan kota terpadat di Indonesia dan kebanyakan warga Jakarta itu adalah pendatang jadi tak heran jika Jakarta dikatan daerah multikultural.
 Pendatang di Jakarta pada umumnya mempunyai pandangan bahwa di ibukota negeri ini mudah untuk memperbaiki nasib, mencari kerja demi kehidupan yang lebih baik. Kenyataannya bahwa di Jakarta sangat sulit untuk memperoleh pekerjaan.

Akibat dari pandangan hidup yang salah itu, penduduk di Jakarta menjadi meningkat melebihi batas, lahan tempat tinggal menjadi sempit, bangunan menjadi padat hingga bertambahnya pengangguran di ibukota Indonesia.

Namun dibalik semuanya itu terdapat beberapa orang yang tetap berjuang keras ditengah hiruk pikuk keganasan kota jakarta yang tak pandang bulu. Siapa lebih memiliki harta melimpah ialah yang berkuasa , siapa memiliki status pendidikan tinggi dialah yang akan mendapat pekerjaan yang layak . akan tetapi tidak untuk yang hanya dapat mengenyam pendidikan sampai tingkat SMA kebanyakan dari mereka harus pontang-panting untuk mendapat pekerjaan.


Demikianlah hal yang akan kami angkat sebagai wawancara kami terhadap seorang yang hidup  dijakarta dengan status pendidikan terakhirnya hanya sampai tingkat SDN . Ia tidak mencari        lapangan kerja namun Ia malah membuat lapangan kerja sendiri sebagai penjual kaset mita yang terletak di pinggiran jakarta.


Saya    : Siapa nama saudara ?
Isal      :Nama saya Muhammad Arizal , saya  biasa di panggil Isal oleh rekan-rekan saya
Saya    : dari mana anda berasal ?
Isal      : saya berasal dari sebuah  desa terpencil yang terletak di kota Solo , nama desa saya adalah pandeglangan
Saya    : apa pendidikan terakhir saudara ?
Isal      : percaya atau tidak saya hanyalah tamatan sekolah dasar di SDN pandeglangan 02. 
Saya    : mengapa saudara tidak meneruskan hingga tingkat sekolah lanjut atau sampai keperguruan tinggi ?
Isal      : sebenarnya saya ingin melanjutkan pendidikan saya bahkan saya bermimpi untuk bisa mengenyam pendidikan hingga keperguruan tinggi namun itu semua tidak bisa terwujud karena keuangan keluarga kami yang tidak memungkinkan.
Saya    : memang bagaimana latar belakang keluarga anda di kampung?
Isal      : ayah saya adalah seorang petani, itupun masih bergantung dengan cuaca. Cuaca sekarang kan gak menentu . sebentar hujan sebentar panas. Sedangkan ibu saya hanyalah seorang ibu rumah tangga,
Saya    : lantas apa yang menyebabkan saudara untuk transmigrasi ke kota jakarta
Isal      : untuk mencari pekerjaanlah mas!


Saya    : dengan mengandalkan ijazah SDN?
Isal      : memang sih rumit untuk mencari pekerjaan dengan ijazah SDN terlebih lagi ketika ingin melamar di suatu perusahaan pasti persyaratanya minimal harus lulusan SMA . 
            Pertama saya datang ke kota jakarta pada tahun 2012 . dijakarta saya memiliki seorang paman . mula-mula saya bekerja kepada beliau untuk membantu berdagang kaset . lama-kelamaan saya berusaha untuk tidak menggantungkan terus kepada beliau . sayapun berkata kepada beliau untuk membuka usaha sendiri menjual kaset seperti beliau. Akhirnya beliau menyetujuinya . pada saat itu saya memegang modal perkiraan 2jt
Saya    : jika boleh tau berapa penghasilan saudara tiap bulanya ?
Isal      : biasanya saya kalau belanja tiap bulan satu kali dengan modal sekitar 3jt . itu untuk membeli kaset dvd dan vcd. Mulai dari mp3 hingga film  selanjutnya saya jual satu kepingnya 5rb/vcd dan 6rb/dvd . jika pembeli ramai saya bisa menghasilkan sekitar 70% dari modal tersebut.
saya     : dimana anda mendapatkan kaset tersebut
isal       : di glodok mas banyak.
Saya    : oh,, baiklah. terimakasih atas waktu saudara karena telah bersedia berbagi pengalamannya
Isal      : iyya sama-sama mas .
  


Berikut adalah foto ketika Isal sedang melayani beberapa pembelinya