Artikel
Kajian KOMUNIKASI dalam
ORGANISASI
(sub
kajian Periku Organisasi)
Sebelum
membahas pengertian komunikasi organisasi sebaiknya kita uraikan terminologi
yang melekat pada konteks komunikasi organisasi, yaitu komunikasi dan
organisasi. Komunikasi berasal dari bahasa latin “communis” atau ‘common”
dalam Bahasa Inggris yang berarti sama. Berkomunikasi berarti kita berusaha
untuk mencapai kesamaan makna, “commonness”. Atau dengan ungkapan yang
lain, melalui komunikasi kita mencoba berbagi informasi, gagasan atau sikap
kita dengan partisipan lainnya. Kendala utama dalam berkomunikasi adalah
seringkali kita mempunyai makna yang berbeda terhadap lambang yang sama.
Manusia
di dalam kehidupannya harus berkomunikasi, artinya memerlukan orang lain dan
membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi. Hal ini
merupakan suatu hakekat bahwa sebagian besar pribadi manusia terbentuk dari
hasil integrasi sosial dengan sesama dalam kelompok dan masyarakat. Di dalam
kelompok/organisasi itu selalu terdapat bentuk kepemimpinan yang merupakan
masalah penting untuk kelangsungan hidup kelompok, yang terdiri dari pemimpin
dan bawahan/karyawan. Di antara kedua belah pihak harus ada two-way-communications atau
komunikasi dua arah atau komunikasi timbal balik, untuk itu diperlukan adanya
kerja sama yang diharapkan untuk mencapai cita-cita, baik cita-cita pribadi,
maupun kelompok, untuk mencapai tujuan suatu organisasi. Kerja sama tersebut
terdiri dari berbagai maksud yang meliputi hubungan sosial/kebudayaan. Hubungan
yang terjadi merupakan suatu proses adanya suatu keinginan masing-masing
individu, untuk memperoleh suatu hasil yang nyata dan dapat memberikan manfaat
untuk kehidupan yang berkelanjutan.
Bila
sasaran komunikasi dapat diterapkan dalam suatu organisasi baik organisasi
pemerintah, organisasi kemasyarakatan, maupun organisasi perusahaan, maka
sasaran yang dituju pun akan beraneka ragam, tapi tujuan utamanya tentulah
untuk mempersatukan individu-individu yang tergabung dalam organisasi tersebut.
Berdasarkan sifat komunikasi dan jumlah komunikasi
menurut Onong Uchyana Effendi, dalam bukunya “Dimensi-Dimensi Komunikasi” hal.
50, komunikasi dapat digolongkan ke dalam tiga kategori:
1.
Komunikasi antar pribadi
Komunikasi ini penerapannya antara pribadi/individu dalam
usaha menyampaikan informasi yang dimaksudkan untuk mencapai kesamaan
pengertian, sehingga dengan demikian dapat tercapai keinginan bersama.
2.
Komunikasi kelompok
Pada prinsipnya dalam melakukan suatu komunikasi yang
ditekankan adalah faktor kelompok, sehingga komunikasi menjadi lebih luas.
Dalam usaha menyampaikan informasi, komunikasi dalam kelompok tidak seperti
komunikasi antar pribadi.
3.
Komunikasi massa
Komunikasi massa dilakukan dengan melalui alat, yaitu
media massa yang meliputi cetak dan elektronik.
Dalam
melakukan komunikasi organisasi, Steward L.Tubbs dan Sylvia Moss dalam Human
Communication menguraikan adanya 3 (tiga) model dalam komunikasi:
1. Model komunikasi linier (one-way
communication), dalam model ini komunikator memberikan suatu stimuli dan
komunikan melakukan respon yang diharapkan tanpa mengadakan seleksi dan
interpretasi. Komunikasinya bersifat monolog.
2. Model komunikasi interaksional. Sebagai
kelanjutan dari model yang pertama, pada tahap ini sudah terjadi feedback atau
umpan balik. Komunikasi yang berlangsung bersifat dua arah dan ada dialog, di
mana setiap partisipan memiliki peran ganda, dalam arti pada satu saat
bertindak sebagai komunikator, pada saat yang lain bertindak sebagai komunikan.
3. Model komunikasi transaksional. Dalam
model ini komunikasi hanya dapat dipahami dalam konteks hubungan (relationship)
antara dua orang atau lebih. Pandangan ini menekankan bahwa semua perilaku
adalah komunikatif. Tidak ada satupun yang tidak dapat dikomunikasikan.
Mengenai
organisasi, salah satu defenisi menyebutkan bahwa organisasi merupakan suatu kumpulan atau sistem individual
yang melalui suatu hirarki/jenjang dan pembagian kerja, berupaya mencapai
tujuan yang ditetapkan. Dari batasan tersebut dapat
digambarkan bahwa dalam suatu organisasi mensyaratkan:
- Adanya suatu jenjang jabatan ataupun kedudukan yang memungkinkan semua individu dalam organisasi tersebut memiliki perbedaan posisi yang jelas, seperti pimpinan, staff pimpinan dan karyawan.
- Adanya pembagian kerja, dalam arti setiap orang dalam sebuah institusi baik yang komersial maupun sosial, memiliki satu bidang pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya.
Dengan
landasan konsep-konsep komunikasi dan organisasi sebagaimana yang telah
diuraikan, maka kita dapat memberi batasan tentang komunikasi dalam organisasi
secara sederhana, yaitu komunikasi antarmanusia (human communication) yang
terjadi dalam kontek organisasi. Atau dengan meminjam definisi dari
Goldhaber, komunikasi organisasi diberi batasan sebagai arus pesan dalam suatu
jaringan yang sifat hubungannya saling bergabung satu sama lain (the flow of messages within a network of
interdependent relationships).
Sebagaimana telah disebut terdahulu, bahwa arus
komunikasi dalam organisasi meliputi komunikasi vertikal dan komunikasi
horisontal. Masing-masing arus komunikasi tersebut mempunyai perbedaan
fungsi yang sangat tegas. Ronald Adler dan George Rodman dalam buku Understanding
Human Communication, mencoba menguraikan masing-masing, fungsi dari kedua
arus komunikasi dalam organisasi tersebut sebagai berikut:
1. Downward
communication, yaitu komunikasi yang berlangsung ketika orang-orang yang
berada pada tataran manajemen mengirimkan pesan kepada bawahannya. Fungsi
arus komunikasi dari atas ke bawah ini adalah:
a) Pemberian
atau penyimpanan instruksi kerja (job instruction)
b) Penjelasan
dari pimpinan tentang mengapa suatu tugas perlu untuk dilaksanakan (job
retionnale)
c) Penyampaian
informasi mengenai peraturan-peraturan yang berlaku (procedures and practices)
d) Pemberian
motivasi kepada karyawan untuk bekerja lebih baik.
2. Upward
communication, yaitu komunikasi yang terjadi ketika bawahan (subordinate)
mengirim pesan kepada atasannya. Fungsi arus komunikasi dari bawah ke
atas ini adalah:
a) Penyampaian
informai tentang pekerjaan pekerjaan ataupun tugas yang sudah dilaksanakan
b) Penyampaian
informasi tentang persoalan-persoalan pekerjaan ataupun tugas yang tidak dapat
diselesaikan oleh bawahan
c) Penyampaian saran-saran perbaikan dari bawahan
d) Penyampaian keluhan dari bawahan tentang dirinya
sendiri maupun pekerjaannya.
3. Horizontal
communication, yaitu tindak komunikasi ini berlangsung di antara para
karyawan ataupun bagian yang memiliki kedudukan yang setara. Fungsi arus
komunikasi horisontal ini adalah:
a) Memperbaiki
koordinasi tugas
b) Upaya
pemecahan masalah
c) Saling
berbagi informasi
d) Upaya
pemecahan konflik
e) Membina
hubungan melalui kegiatan bersama.
Proses Komunikasi
Pada tataran teoritis, paling
tidak kita mengenal atau memahami komunikasi dari dua perspektif, yaitu:
- Perspektif Kognitif. Komunikasi menurut Colin Cherry, yang mewakili perspektif kognitif adalah penggunaan lambang-lambang (symbols) untuk mencapai kesamaan makna atau berbagi informasi tentang satu objek atau kejadian. Informasi adalah sesuatu (fakta, opini, gagasan) dari satu partisipan kepada partisipan lain melalui penggunaan kata-kata atau lambang lainnya. Jika pesan yang disampaikan diterima secara akurat, receiver akan memiliki informasi yang sama seperti yang dimiliki sender, oleh karena itu tindak komunikasi telah terjadi.
- Perspektif Perilaku. Menurut BF. Skinner dari perspektif perilaku memandang komunikasi sebagai perilaku verbal atau simbolik di mana sender berusaha mendapatkan satu efek yang dikehendakinya pada receiver. Masih dalam perspektif perilaku, FEX Dance menegaskan bahwa komunikasi adalah adanya satu respons melalui lambang-lambang verbal di mana simbol verbal tersebut bertindak sebagai stimuli untuk memperoleh respons. Kedua pengertian komunikasi yang disebut terakhir, mengacu pada hubungan stimulus respons antara sender dan receiver.
Setelah
kita memahami pengertian komunikasi dari dua perspektif yang berbeda, kita
mencoba melihat proses komunikasi dalam suatu organisasi. Menurut Jerry
W. Koehler dan kawan-kawan, bagi suatu organisasi, perspektif perilaku
dipandang lebih praktis karena komunikasi dalam organisasi bertujuan untuk
mempengaruhi penerima (receiver). Satu respons khusus diharapkan oleh
pengirim pesan (sender) dari setiap pesan yang disampaikannya. Ketika
satu pesan mempunyai efek yang dikehendaki, bukan suatu persoalan apakah
informasi yang disampaikan tersebut merupakan tindak berbagi informasi atau
tidak.
Sekarang
kita mencoba memahami proses komunikasi antarmanusia yang disajikan dalam suatu
model berikut:
Proses
komunikasi diawali oleh sumber (source) baik individu ataupun kelompok
yang berusaha berkomunikasi dengan individu atau kelompok lain, sebagai
berikut:
- Langkah pertama yang dilakukan sumber adalah ideation yaitu penciptaan satu gagasan atau pemilihan seperangkat informasi untuk dikomunikasikan. Ideation ini merupakan landasan bagi suatu pesan yang akan disampaikan.
- Langkah kedua dalam penciptaan suatu pesan adalah encoding, yaitu sumber menerjemahkan informasi atau gagasan dalam wujud kata-kaya, tanda-tanda atau lambang-lambang yang disengaja untuk menyampaikan informasi dan diharapkan mempunyai efek terhadap orang lain. Pesan atau message adalah alat-alat di mana sumber mengekspresikan gagasannya dalam bentuk bahasa lisan, bahasa tulisan ataupun perilaku nonverbal seperti bahasa isyarat, ekspresi wajah atau gambar-gambar.
- Langkah ketiga dalam proses komunikasi adalah penyampaian pesan yang telah disandi (encode). Sumber menyampaikan pesan kepada penerima dengan cara berbicara, menulis, menggambar ataupun melalui suatu tindakan tertentu. Pada langkah ketiga ini, kita mengenal istilah channel atau saluran, yaitu alat-alat untuk menyampaikan suatu pesan. Saluran untuk komunikasi lisan adalah komunikasi tatap muka, radio dan telepon. Sedangkan saluran untuk komunikasi tertulis meliputi setiap materi yang tertulis ataupun sebuah media yang dapat mereproduksi kata-kata tertulis seperti: televisi, kaset, video atau OHP (overheadprojector). Sumber berusaha untuk mebebaskan saluran komunikasi dari gangguan ataupun hambatan, sehingga pesan dapat sampai kepada penerima seperti yang dikehendaki.
- Langkah keempat, perhatian dialihkan kepada penerima pesan. Jika pesan itu bersifat lisan, maka penerima perlu menjadi seorang pendengar yang baik, karena jika penerima tidak mendengar, pesan tersebut akan hilang. Dalam proses ini, penerima melakukan decoding, yaitu memberikan penafsiran interpretasi terhadap pesan yang disampaikan kepadanya. Pemahaman (understanding) merupakan kunci untuk melakukan decoding dan hanya terjadi dalam pikiran penerima. Akhirnya penerimalah yang akan menentukan bagaimana memahami suatu pesan dan bagaimana pula memberikan respons terhadap pesan tersebut.
- Proses terakhir dalam proses komunikasi adalah feedback atau umpan balik yang memungkinkan sumber mempertimbangkan kembali pesan yang telah disampaikannya kepada penerima. Respons atau umpan balik dari penerima terhadap pesan yang disampaikan sumber dapat berwujud kata-kata ataupun tindakan-tindakan tertentu. Penerima bisa mengabaikan pesan tersebut ataupun menyimpannya. Umpan balik inilah yang dapat dijadikan landasan untuk mengevaluasi efektivitas komunikasi.
Fungsi
Komunikasi dalam Organisasi
Dalam suatu organisasi baik yang berorientasi komersial maupun
sosial, komunikasi dalam organisasi atau lembaga tersebut akan melibatkan empat
fungsi, yaitu:
1.
Fungsi informatif
Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem
pemrosesan informasi (information-processing system). Maksudnya,
seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang
lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu. Informasi yang didapat memungkinkan
setiap anggota organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti
informasi pada dasarnya dibutuhkan oleh semua orang yang mempunyai perbedaan
kedudukan dalam suatu organisasi. Orang-orang dalam tataran manajemen
membutuhkan informasi untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun guna
mengatasi konflik yang terjadi di dalam organisasi. Sedangkan karyawan (bawahan)
membutuhkan informasi tentang jaminan keamanan, jaminan sosial dan kesehatan,
izin cuti dan sebagainya.
2.
Fungsi Regulatif
Fungsi regulatif ini berkaitan dengan peraturan-peraturan
yang berlaku dalam suatu organisasi. Pada semua lembaga atau organisasi,
ada dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif ini, yaitu:
- Atasan atau orang-orang yang berada dalam tataran manajemen yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan. Disamping itu mereka juga mempunyai kewenangan untuk memberikan instruksi atau perintah, sehingga dalam struktur organisasi kemungkinan mereka ditempatkan pada lapis atas (position of authority) supaya perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana semestinya. Namun demikian, sikap bawahan untuk menjalankan perintah banyak bergantung pada:
- Keabsahan pimpinan dalam penyampaikan perintah.
- Kekuatan pimpinan dalam memberi sanksi.
- Kepercayaan bawahan terhadap atasan sebagai seorang pemimpin sekaligus sebagai pribadi.
- Tingkat kredibilitas pesan yang diterima bawahan.
- Berkaitan dengan pesan atau message. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan-peraturan tentang pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan.
3. Fungsi
Persuasif
Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan
tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya
kenyataan ini, maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi
bawahannya daripada memberi perintah. Sebab pekerjaan yang dilakukan
secara sukarela oleh karyawan akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar
dibanding kalau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya.
4. Fungsi
Integratif
Setiap organisasi berusaha menyediakan saluran yang
memungkinkan karyawan dapat dilaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik.
Ada dua saluran komunikasi formal seperti penerbitan khusus dalam organisasi
tersebut (newsletter, buletin) dan laporan kemajuan oraganisasi; juga saluran
komunikasi informal seperti perbincangan antarpribadi selama masa istirahat
kerja, pertandingan olahraga ataupun kegiatan darmawisata. Pelaksanaan
aktivitas ini akan menumbuhkan keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar
dalam diri karyawan terhadap organisasi.
Memahami Komunikasi dalam Organisasi
Gaya komunikasi atau communication style akan memberikan
pengetahuan kepada kita tentang bagaimana perilaku orang-orang dalam suatu
organisasi ketika mereka melaksanakan tindak berbagi informasi dan
gagasan. Sementara pada pengaruh kekuasaan dalam organisasi, kita akan
mengkaji jenis-jenis kekuasaan yang digunakan oleh orang-orang dalam tataran
manajemen sewaktu mereka mencoba mempengaruhi kemampuan berkomunikasi dalam
organsasi, kita akan diajak untuk memikirkan bagaimana mendefinisikan tujuan
kita sehubungan dengan tugas dalam organisasi, bagaimana kita memilih orang
yang tepat untuk diajak kerjasama dan bagaimana kita memilih saluran yang
efektif untuk melaksanakan tugas tersebut.
Gaya Komunikasi.
Gaya komunikasi (communication style) didefinisikan
sebagai seperangkat perilaku antarpribadi yang terspesialisasi yang digunakan
dalam suatu situasi tertentu (a
specialized set of intexpersonal behaviors that are used in a given situation).
Masing-masing gaya komunikasi terdiri dari sekumpulan
perilaku komunikasi yang dipakai untuk mendapatkan respon atau tanggapan
tertentu dalam situasi yang tertentu pula. Kesesuaian dari satu gaya
komunikasi yang digunakan, bergantung pada maksud dari pengirim (sender) dan
harapan dari penerima (receiver).
Gaya
Komunikasi yang akan kita pelajari adalah sbb:
1.
The Controlling style
Gaya komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, ditandai
dengan adanya satu kehendak atau maksud untuk membatasi, memaksa dan mengatur
perilaku, pikiran dan tanggapan orang lain. Orang-orang yang menggunakan
gaya komunikasi ini dikenal dengan nama komunikator satu arah atau one-way
communications.
Pihak-pihak yang memakai controlling style of
communication ini, lebih memusatkan perhatian kepada pengiriman pesan
dibanding upaya mereka untuk berharap pesan. Mereka tidak mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian
untuk berbagi pesan. Mereka tidak mempunyai rasa ketertarikan dan
perhatian pada umpan balik, kecuali jika umpan balik atau feedback tersebut
digunakan untuk kepentingan pribadi mereka. Para komunikator satu arah
tersebut tidak khawatir dengan pandangan negatif orang lain, tetapi justru
berusaha menggunakan kewenangan dan kekuasaan untuk memaksa orang lain mematuhi
pandangan-pandangannya.
Pesan-pesan yag berasal dari komunikator satu arah ini,
tidak berusaha ‘menjual’ gagasan agar dibicarakan bersama namun lebih pada
usaha menjelaskan kepada orang lain apa yang dilakukannya. The
controlling style of communication ini sering dipakai untuk mempersuasi
orang lain supaya bekerja dan bertindak secara efektif, dan pada umumnya dalam
bentuk kritik. Namun demkian, gaya komunikasi yang bersifat mengendalikan
ini, tidak jarang bernada negatif sehingga menyebabkan orang lain memberi
respons atau tanggapan yang negatif pula.
2.
The Equalitarian style
Aspek penting gaya komunikasi ini ialah adanya landasan
kesamaan. The equalitarian style of communication ini ditandai dengan
berlakunya arus penyebaran pesan-pesan verbal secara lisan maupun tertulis yang
bersifat dua arah (two-way traffic of communication).
Dalam gaya komunikasi ini, tindak komunikasi dilakukan
secara terbuka. Artinya, setiap anggota organisasi dapat mengungkapkan
gagasan ataupun pendapat dalam suasana yang rileks, santai dan informal.
Dalam suasana yang demikian, memungkinkan setiap anggota organisasi mencapai
kesepakatan dan pengertian bersama.
Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi yang
bermakna kesamaan ini, adalah orang-orang yang memiliki sikap kepedulian yang
tinggi serta kemampuan membina hubungan yang baik dengan orang lain baik dalam
konteks pribadi maupun dalam lingkup hubungan kerja. The equalitarian
style ini akan memudahkan tindak komunikasi dalam organisasi, sebab gaya
ini efektif dalam memelihara empati dan kerja sama, khususnya dalam situasi
untuk mengambil keputusan terhadap suatu permasalahan yang kompleks. Gaya
komunikasi ini pula yang menjamin berlangsungnya tindakan share/berbagi
informasi di antara para anggota dalam suatu organisasi.
3.
The Structuring style
Gaya komunikasi yang berstruktur ini, memanfaatkan
pesan-pesan verbal secara tertulis maupun lisan guna memantapkan perintah yang
harus dilaksanakan, penjadwalan tugas dan pekerjaan serta struktur organisasi.
Pengirim pesan (sender) lebih memberi perhatian kepada keinginan untuk mempengaruhi
orang lain dengan jalan berbagi informasi tentang tujuan organisasi, jadwal
kerja, aturan dan prosedur yang berlaku dalam organisasi tersebut.
Stogdill dan Coons dari The Bureau of Business Research
of Ohio State University, menemukan dimensi dari kepemimpinan yang efektif,
yang mereka beri nama Struktur Inisiasi atau Initiating Structure.
Stogdill dan Coons menjelaskan mereka bahwa pemrakarsa (initiator) struktur
yang efisien adalah orang-orang yang mampu merencanakan pesan-pesan verbal guna
lebih memantapkan tujuan organisasi, kerangka penugasan dan memberikan jawaban
atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul.
4.
The Dynamic style
Gaya komunikasi yang dinamis ini memiliki kecenderungan
agresif, karena pengirim pesan atau sender memahami bahwa lingkungan
pekerjaannya berorientasi pada tindakan (action-oriented). The dynamic
style of communication ini sering dipakai oleh para juru kampanye ataupun
supervisor yang membawa para wiraniaga (salesmen atau saleswomen).
Tujuan utama gaya komunikasi yang agresif ini adalah
mestimulasi atau merangsang pekerja/karyawan untuk bekerja dengan lebih cepat
dan lebih baik. Gaya komunikasi ini cukup efektif digunakan dalam
mengatasi persoalan-persoalan yang bersifat kritis, namun dengan persyaratan
bahwa karyawan atau bawahan mempunyai kemampuan yang cukup untuk mengatasi
masalah yang kritis tersebut.
5.
The Relinguishing style
Gaya komunikasi ini lebih mencerminkan kesediaan untuk
menerima saran, pendapat ataupun gagasan orang lain, daripada keinginan untuk
memberi perintah, meskipun pengirim pesan (sender) mempunyai hak untuk memberi
perintah dan mengontrol orang lain.
Pesan-pesan dalam gaya komunikasi ini akan efektif ketika
pengirim pesan atau sender sedang bekerja sama dengan orang-orang yang
berpengetahuan luas, berpengalaman, teliti serta bersedia untuk bertanggung
jawab atas semua tugas atau pekerjaan yang dibebankannya.
6.
The Withdrawal style
Akibat yang muncul jika gaya ini digunakan adalah melemahnya
tindak komunikasi, artinya tidak ada keinginan dari orang-orang yang memakai
gaya ini untuk berkomunikasi dengan orang lain, karena ada beberapa persoalan
ataupun kesulitan antarpribadi yang dihadapi oleh orang-orang tersebut.
Dalam deskripsi yang kongkrit adalah ketika seseorang
mengatakan: “Saya tidak ingin dilibatkan dalam persoalan ini”.
Pernyataan ini bermakna bahwa ia mencoba melepaskan diri dari tanggung jawab,
tetapi juga mengindikasikan suatu keinginan untuk menghindari berkomunikasi
dengan orang lain. Oleh karena itu, gaya ini tidak layak dipakai dalam
konteks komunikasi organisasi.
Gambaran umum yang diperoleh dari uraian di atas adalah
bahwa the equalitarian style of communication merupakan gaya komunikasi
yang ideal. Sementara tiga gaya komunikasi lainnya: structuring, dynamic
dan relinguishing dapat digunakan secara strategis untuk menghasilkan efek yang
bermanfaat bagi organisasi. Dan dua gaya komunikasi terakhir: controlling
dan withdrawal mempunyai kecenderungan menghalangi berlangsungnya
interaksi yang bermanfaat
Referensi :
1.
Mulyana, Teori Komunikasi-modul 10, 2008
2.
Miftah
Thoha, Perilaku Organisasi, 1996
3.
Onong
Uchyana Effendi, Dimensi-Dimensi Komunikasi, 2001
4.
Ronald Adler dan George Rodman,
Understanding Human Communication, 1997
5.
Steward L.Tubbs dan Sylvia
Moss, Human Communication, 1994